Matahari belum tinggi saat kami tiba di Pantai Indrayanti. Dua ekor siput laut bergerak pelan di sebuah ceruk karang, tak peduli dengan ombak yang menghempas. Segerombol remaja asyik bercengkerama sambil sesekali bergaya untuk diambil gambarnya. Di sebelah barat nampak 3 orang sedang berlarian mengejar ombak, sebagian lainnya bersantai di tengah gazebo sembari menikmati segarnya kelapa muda yang dihidangkan langsung bersama buahnya. Beberapa penginapan yang dikonsep back to nature berdiri dengan gagah di bawah bukit, sedangkan rumah panggung dan gubug yang menyerupai honai (rumah adat Papua) berdiri di dekat pantai. Jet ski kuning teronggok di sudut restoran.
Terletak di sebelah timur Pantai Sundak, pantai yang
dibatasi bukit karang ini merupakan salah satu pantai yang menyajikan
pemandangan berbeda dibandingkan pantai-pantai lain yang ada di
Gunungkidul. Tidak hanya berhiaskan pasir putih, bukit karang, dan air
biru jernih yang seolah memanggil-manggil wisatawan untuk menceburkan
diri ke dalamnya, Pantai Indrayanti juga dilengkapi restoran dan cafe
serta deretan penginapan yang akan memanjakan wisatawan. Beragam menu
mulai dari hidangan laut hingga nasi goreng bisa di pesan di restoran
yang menghadap ke pantai ini. Pada malam hari, gazebo-gazebo yang ada di
bibir pantai akan terlihat cantik karena diterangi kerlip sinar lampu.
Menikmati makan malam di cafe ini ditemani desau angin dan alunan debur
ombak akan menjadi pengalaman romantis yang tak terlupa.
Penyebutan nama Pantai Indrayanti sebelumnya menuai
banyak kontraversi. Indrayanti bukanlah nama pantai, melainkan nama
pemilik cafe dan restoran. Berhubung nama Indrayanti yang terpampang di
papan nama cafe dan restoran pantai, akhirnya masyarakat menyebut pantai
ini dengan nama Pantai Indrayanti. Sedangkan pemerintah menamai pantai
ini dengan nama Pantai Pulang Syawal. Namun nama Indrayanti jauh lebih
populer dan lebih sering disebut daripada Pulang Syawal. Keterlibatan
pihak swasta dalam pengelolaan Pantai Indrayanti rupanya turut membawa
dampak positif. Berbeda dengan pantai-pantai lain yang agak kotor,
sepanjang garis pantai Indrayanti terlihat bersih dan bebas dari sampah.
Hal ini dikarenakan pengelola tak segan-segan menjatuhkan denda sebesar
Rp. 10.000 untuk tiap sampah yang dibuang oleh wisatawan secara
sembarangan. Karena itu Indrayanti menjadi tempat yang nyaman untuk
dikunjungi.
Usai menikmati sepiring nasi goreng dan es kelapa muda
di gazebo, kami beranjak menuju bukit di sisi timur. Berhubung tidak
ada jalan, menerobos semak dan perdu sembari memanjat karang pun menjadi
pilihan. Sesampainya di atas bukit pemandangan laut yang bebatasan
dengan Samudra Hindia terhampar. Beberapa burung terbang sambil membawa
ilalang untuk membangun sarang. Suara debur ombak dan desau angin
berpadu menciptakan orkestra yang indah dan menenangkan. kami pun
melayangkan pandangan ke arah barat. Beberapa pantai yang dipisahkan
oleh bukit-bukit terlihat berjajar, gazebo dan rumah panggung terlihat
kecil, sedangkan orang-orang laksana liliput. Saat senja menjelang,
tempat ini akan menjadi spot yang bagus untuk menyaksikan mentari yang
kembali ke peraduannya. Sayang kami harus bergegas pulang. Meski tidak
sempat menyaksikan senja yang indah, pesona Pantai Indrayanti telah
terpatri di hati.
0 komentar:
Posting Komentar