23 Desember 2012

PENYIMPANGAN KUFUR, SYIRIK, DAN NIFAQ




   PENYIMPANGAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

A. Pengertian Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.

Berikut ini beberapa definisi dari perilaku menyimpang yang dijelaskan oleh beberapa ahli:

  1. Menurut James Worker Van der Zaden. Penyimpangan sosial adalah perilaku  yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
  2. Menurut Robert Muhamad Zaensl Lawang. Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut.
  3. Menurut Paul Band Norton. Penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.





B. Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang
Menurut Paul B. Horton, perilaku menyimpang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1.                  Penyimpangan harus dapat didefinisikan. Perilaku dikatakan menyimpang atau tidak harus bisa dinilai berdasarkan kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
2.                  Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak. Perilaku menyimpang tidak selamanya negatif, ada kalanya penyimpangan bisa diterima masyarakat, misalnya wanita karier. Adapun pembunuhan dan perampokan merupakan penyimpangan sosial yang ditolak masyarakat.
3.                  Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak. Semua orang pernah melakukan perilaku menyimpang, akan tetapi pada batas-batas tertentu yang bersifat relatif untuk semua orang. Dikatakan relatif karena perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangan. Jadi secara umum, penyimpangan yang dilakukan setiap orang cenderung relatif. Bahkan orang yang telah melakukan penyimpangan mutlak lambat laun harus berkompromi dengan lingkungannya.
4.                  Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal. Budaya ideal adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya tidak ada seorang pun yang patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut karena antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari cenderung banyak dilanggar.
5.                  Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan. Norma penghindaran adalah pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka, tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakukan secara terbuka. Jadi norma-norma penghindaran merupakan bentuk penyimpangan perilaku yang bersifat setengah melembaga.
6.                  Penyimpangan sosial bersifat adaptif (menyesuaikan). Penyimpangan sosial tidak selamanya menjadi ancaman karena kadang-kadang dapat dianggap sebagai alat pemikiran stabilitas sosial.

C. Penyebab Terjadinya Perilaku Menyimpang

Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1.                Faktor subjektif adalah faktoryang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).

2.                Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.Untuk lebih jelasnya, berikut diuraikan beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu (faktor objektif), yaitu :


  •  Ketidak sanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang yang tidak sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses sosialisasiyang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga.
  • Proses belajar yang menyimpang. Seseorang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihattayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang menyimpang. Misalnya, seorang anak yang melakukan tindakan kejahatan setelah melihat tayangan rekonstruksi cara melakukan kejahatan atau membaca artikel yang memuat tentang tindakan kriminal. Demikian halnya karir penjahat kelas kakap yang diawali dari kejahatan kecil-kecilan yang terus meningkat dan makin berani/nekad merupakan bentuk proses belajar menyimpang. Hal itu juga terjadi pada penjahat berdasi putih (white collar crime) yakni para koruptor kelas kakap yang merugikan uang negara bermilyar- milyar. Berawal dari kecurangan-kecurangan kecil semasa bekerja di kantor/mengelola uang negara, lama kelamaan makin berani dan menggunakan berbagai strategi yang sangat rapi dan tidak mengundang kecurigaan karena tertutup oleh penampilan sesaat.
  • Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang. Misalnya jika setiap penguasa terhadap rakyat makin menindas maka iama-kelamaan rakyat akan berarti memberontak untuk meiawan kesewenangan tersebut. Pemberontakan bisa diiakukan secara terbuka maupun tertutup dengan melakukan penipuan-penipuan/pemalsuan data agar dapat mencapai tujuannya meskipun dengan cara yang tidak benar. Penarikan pajak yang tinggi akan memunculkan keinginan memalsukan data, sehingga nilai pajak yang dikenakan menjadi rendah. Seseorang mencuri arus listrik untuk menghindari beban pajak listrik yang tinggi. Hal ini merupakan bentuk pemberontakan/perlawanan yang tersembunyi.
  • Ikatan sosiai yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa keiompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.
  • Akibat proses sosiaiisasi nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang. Seringnya media massa menampilkan berita atau tayangan tentang tindak kejahatan (perilaku menyimpang) menyebabkan anak secara tidak sengaja menganggap bahwa periiaku menyimpang tersebut sesuatu yang wajar. Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajardari subkebudayaan yang menyimpang, sehingga terjadi proses sosiaiisasi nilai-nilai subkebudayaan menyimpang pada-diri anak dan anak menganggap perilaku menyimpang merupakan sesuatu yang wajar/biasa dan boieh diiakukan.
D. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang

Bentuk-bentuk perilaku menyimpang dapat dibedakan menjadi dua.

1.        Bentuk Penyimpangan Berdasarkan Sifatnya

            Penyimpangan bersifat positif
Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif terhadap sistem sosiai karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karir.
            Penyimpangan bersifat negatif
Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosiai yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk. Bobot penyimpangan negatif didasarkan pada kaidah sosiai yang dilanggar. Pelanggaran terhadap kaidah susila dan adat istiadat pada umumnya dinilai iebih berat daripada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun. Bentuk penyimpangan yang bersifat negatif antara lain sebagai berikut.
1)    Penyimpangan primer (primary deviation)
Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang diiakukan seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang. Seseorang yang melakukan penyimpangan primer masih diterima di masyarakat karena hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang tersebut. Misalnya, siswa yang terlambat, pengemudi yang sesekali melanggar peraturan lalu lintas, dan orang yang terlambat membayar pajak.

2)    Penyimpangan sekunder (secondary deviation)
Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang yang nyata dan sering kali terjadi. sehingga berakibat cukup parah serta mengganggu orang lain. Misalnya orang yang terbiasa minum-minuman keras dan selalu pulang dalam keadaan mabuk, serta seseorang yang melakukan tindakan pemerkosaan. Tindakan penyimpangan tersebut cukup meresahkan masyarakat dan mereka biasanya di cap masyarakat sebagai “pencuri”, “pemabuk”, “penodong”, dan “pemerkosa”. Julukan itu makin melekat pada si pelaku setelah ia ditangkap polisi dan diganjar dengan hukuman.

2.    Bentuk Penyimpangan Berdasarkan Pelakunya

a. Penyimpangan individual (individual deviation)
Penyimpangan individual adalah tindakan yang diiakukan oleh seseorang yang menyimpang dari norma-norma suatu kebudayaan yang telah mapan. Misalnya, seseorang bertindak sendiri tanpa rencana melaksanakan suatu kejahatan, seperti: mencuri, menodong, dan memeras. Penyimpangan individu berdasarkan kadar penyimpangannya dibagi menjadi lima, yaitu sebagai berikut.
  • Pembandel, yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.
  • Pembangkang, yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak taat pada peringatan orang-orang.
  • Pelanggar, yaitu penyimpangan yang terjadi karena melanggar norma-norma umum yang berlaku dalam masyarakat.
  • Perusuh atau penjahat, yaitu penyimpangan yang terjadi karena mengabaikan norma-norma umum, sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya.
  • Munafik, yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak menepati janji, berkata bohong, mengkhianati kepercayaan, dan berlagak membela.

b. Penyimpangan kelompok
Penyimpangan kelompok adalah kegiatan yang dilakukan kelompok secara kolektif dengan cara yang bertentangan terhadap norma-norma yang berlaku. Contoh: gang kejahatan, sindikat terorisme, mafia. Kelompok ini mempunyai seperangkat norma, nilai sikap, dan tradisi-tradisi tersendiri. Selaku anggota mafia, masing-masing berpegang teguh pada aturan main mafia.

E.   Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang

1.    Faktor Dari Dalam (Intrinsik)
a.    Intelegensi
Setiap orang mempunyai intelegensi yang berbeda-beda. Perbedaan intelegensi ini berpengaruh dalam daya serap terhadap norma-norma dan nilai-nilai sosial. Orang yang mempunyai intelegensi tinggi umumnya tidak kesulitan dalam bergaul, belajar, dan berinteraksi di masyarakat. Sebaliknya orang yang intelegensinya di bawah normal akan mengalami berbagai kesulitan dalam belajar di sekolah maupun menyesuaikan diri di masyarakat. Akibatnya terjadi penyimpangan-penyimpangan, seperti malas belajar, emosional, bersikap kasar, tidak bisa berpikir logis. Contohnya, ada kecenderungan dalam kehidupan sehari, anak-anak yang memiliki nilai jelek akan merasa dirinya bodoh. la akan merasa minder dan putus asa. Dalam keputusasaannya tersebut, tidak jarang anakyang mengambil penyelesaian yang menyimpang. la akan melakukan segala cara agar nilainya baik, seperti menyontek.

b.    Jenis kelamin
Perilaku menyimpang dapatjuga diakibatkan karena perbedaan jenis kelamin. Anak laki-laki biasanya cenderung sok berkuasa dan menganggap remeh pada anak perempuan. Contohnya dalam keluarga yang sebagian besar anaknya perempuan, jika terdapat satu anak laki-laki biasanya minta diistimewakan, ingin dimanja.
c.    Umur
Umur memengaruhi pembentukan sikap dan pola tingkah laku seseorang. Makin bertambahnya umur diharapkan seseorang bertambah pula kedewasaannya, makin mantap pengendalian emosinya, dan makin tepat segala tindakannya. Namun demikian, kadang kita jumpai penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh orang yang sudah berusia lanjut, sikapnya seperti anak kecil, manja, minta diistimewakan oleh anak-anaknya.
d.    Kedudukan dalam keluarga
Dalam keluarga yang terdiri atas beberapa anak, sering kali anak tertua merasa dirinya paling berkuasa dibandingkan dengan anak kedua atau ketiga. Anak bungsu mempunyai sifat ingin dimanjakan oleh kakak-kakaknya maupun orang tuanya. Jadi, susunan atau urutan kelahiran kadang akan menimbulkan pola tingkah laku dan peranan dari fungsinya dalam keluarga.

2.    Faktor Dari Luar (Ekstrinsik)
a. Peran keluarga
Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan sosial sangat besar peranannya dalam membentuk pertahanah seseorang terhadap serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua yang sibuk dengan kegiatannya sendiri tanpa memedulikan bagaimana perkembangan anak-anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak terhadap serangan penyakit sosial.
Sering kali orang tua hanya cenderung memikirkan kebutuhan lahiriah anaknya dengan bekerja keras tanpa memedulikan bagaimana anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan alasan sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Alasan tersebut sangat rasional dan tidak salah, namun kurang tepat, karena kebutuhan bukan hanya materi saja tetapi juga nonmateri. Kebutuhan nonmateri yang diperlukan anak dari orang tua seperti perhatian secara langsung, kasih sayang, dan menjadi teman sekaligus sandaran anak untuk menumpahkan perasaannya.
Kesulitan para orang tua untuk mewujudkan keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan lahir dan batin inilah yang menjadi penyebab awal munculnya kenakalan remaja yang dilakukan anak dari dalam keluarga yang akhirnya tumbuh dan berkembang hingga meresahkan masyarakat. Misalnya, seorang anak yang tumbuh dari keluarga yang tidak harmonis.
Kasih sayang dan perhatian anak tersebut cenderung diabaikan oleh orang tuanya. Oleh sebab itulah, ia akan mencari bentuk-bentuk pelampiasan dan pelarian yang kadang mengarah pada hal-hal yang menyimpang. Seperti masuk dalam anggota genk, mengonsumsi minuman keras dan narkoba, dan Iain-Iain, la merasa jika masuk menjadi anggota genk, ia akan diakui, dilindungi oleh kelompoknya. Di mana hal yang demikian tersebut tidak ia dapatkan dari keluarganya. Peran masyarakat
Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak dari lingkungan keluarga akhirnya berkembang ke dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas. Ketidakmampuan keluarga memenuhi kebutuhan rohaniah anak mengakibatkan anak mencari kebutuhan tersebut ke luar rumah. Ini merupakan awal dari sebuah petaka masa depan seseorang, jika di luar rumah anak menemukan sesuatu yang menyimpang dari nilai dan norma sosial.
Pola kehidupan masyarakat tertentu kadang tanpa disadari oleh para warganya ternyata menyimpang dari nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat umum. Itulah yang disebut sebagaisubkebudayaan menyimpang. Misalnya masyarakat yang sebagian besar warganya hidup mengandalkan dari usaha prostitusi, maka anak-anak di dalamnya akan menganggap prostitusi sebagai bagian dari profesi yang wajar. Demikian pula anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau peminum minuman keras, maka akan membentuk sikap dan pola perilaku menyimpang. Pergaulan
Pola tingkah laku seorang anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah laku anak-anak lain di sekitarnya. Anak-anak lain yang menjadi teman sepergauiannya sering kali memengaruhi kepribadian seorang anak. Dari teman bergaul itu, anak akan menerima norma-norma atau nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila teman bergaulnya baik, dia akan menerima konsep-konsep norma yang bersifat positif. Namun apabila teman bergaulnya kurang baik, sering kali akan mengikuti konsep-konsep yang bersifat negatif. Akibatnya terjadi pola tingkah laku yang menyimpang pada diri anak tersebut. Misalnya di suatu kelas ada anak yang mempunyai kebiasaan memeras temannya sendiri, kemudian ada anak lain yang menirunya dengan berbuat hal yang sama. Oleh karena itu, menjaga pergaulan dan memilih lingkungan pergaulan yang baik itu sangat penting. Media massa
Berbagai tayangan di televisi tentang tindak kekerasan, film-film yang berbau pornografi, sinetron yang berisi kehidupan bebas dapat memengaruhi perkembangan perilaku individu.
Anak-anak yang belum mempunyai konsep yang benar tentang norma-norma dan nilai-nilai sosial dalam masyarakat, sering kali menerima mentah-mentah semua tayangan itu. Penerimaan tayangan-tayangan negatif yang ditiru mengakibatkan perilaku menyimpang.

Pada asalnya, manusia adalah makhluk yang bertauhid, sehingga tauhid merupakan bagian dari fitrah yang dikaruniakan Allah kepada manusia. Allah Ta’ala berfirman.

                فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.” (QS. Ar-Rum: 30)
            
  كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (beragama Islam), maka kedua ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karenanya, syirik merupakan unsur luar yang menyusup terhadap fitrah tersebut. Peristiwa penyimpangan terhadap ketauhidan pertama kali adalah terjadi pada kaum Nuh. Mereka menyembah patung-patung. Lalu datanglah Amir bin Luhay Al-Khuza’I yang mengubah agama Ibrahim serta membawa patung-patung ke tanah Arab, khususnya tanah Hijaz, sehingga kemudian patung-patung itu pun disembah. Selanjutnya, perbuatan syirik itu menyebar ke negeri suci tersebut dan negeri-negeri tetangganya, hingga akhirnya Allah mengutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyeru manusia kepada tauhid dan mengikuti agama Ibrahim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menghancurkan patung-patung yang menjadi sesembahan pada masa jahiliah, hingga kemudian tanah Arab bersih dari berhala sehingga Allah kemudian menyempurnakan nikmat-Nya untuk segenap alam. Suasana ketauhidan yang penuh berkah pun terus dipelihara oleh generasi-generasi awal yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Sampai kemudian kebodohan dalam masalah agama merajalela pada generasi-generasi akhir dan agama pun terasuki oleh pemahaman-pemahaman asing.
Manusia secara umum mengakui tauhid rububiyah, yaitu meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah adalah yang menciptakan dan mengatur keberadaan alam semesta beserta isinya. Manusia yang mengingkari tauhid rububiyah ini sangatlah sedikit, seperti Fir’aun, orang atheis atau komunis. Akan tetapi, pengingkaran terhadap rububiyah tersebut bukanlah karena mereka tidak meyakini bahwa ada Dzat yang Maha Kuasa yang menciptakan alam semesta ini, namun lebih karena kesombongan yang ada dalam diri mereka sendiri,

                                                       وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا
 “Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)-nya.” (QS. An-Naml: 14)



   SYIRIK, DEFINISI dan JENISNYA

Syirik yaitu menyamakan Allah dengan sesuatu selain-Nya dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah semata, seperti berdoa, beribadah, bernadzar, dan sebagainya. Oleh karenanya, barangsiapa yang menyembah selain Allah, berarti ia telah meletakkan ibadah tidak pada tempatnya serta memberikan sesuatu kepada yang tidak berhak menerimanya, dan hal tersebut merupakan bentuk kezhaliman yang paling besar.

 “Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13).

Allah Ta’ala pun tidak akan mengampuni orang-orang yang mengerjakan kesyirikan jika ia kelak meninggal dalam keadaan belum bertobat terhadap kesyirikan yang telah dikerjakannya,
                                                      
                                                      إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa: 48)

Surga pun Allah haramkan bagi orang-orang yang melakukan kesyirikan,

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al-Maidah: 72)

Perbuatan syirik pun dapat menjadi sebab terhapusnya pahala segala amal sholeh yang telah dikerjakan seseorang,

“Seandainya mereka menyekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 88)


JENIS- JENIS SYIRIK

Syirik Besar
Syirik besar dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam neraka jika ia meninggal dalam keadaan belum bertaubat kepada-Nya. Syirik besar adalah memalingkan suatu ibadah kepada selain Allah. “Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka, dan tidak (pula) manfaat, dan mereka berkata, ‘Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami disisi Allah.’” (QS. Yunus: 18)

Syirik besar memiliki empat jenis, yaitu:

1.      syirik dakwah (doa), yaitu ia berdoa bukan semata kepada Allah, akan tetapi ia pun berdoa kepada selain-Nya, “Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS. Al-Ankabut: 65)

2.      syirik niat, keinginan, dan tujuan, yaitu ia meniatkan suatu bentuk peribadatan kepada selain-Nya, “Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa-apa yang telah mereka usahakan di dunia, serta sia-siasalah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16)

3.      syirik ketaatan, yaitu menaati selain Allah dalam hal perbuatan maksiat terhadap Allah Ta’ala. “Mereka menjadikan orang-orang ‘alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa. Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah: 31)

4.      syirik dalam hal cinta, yaitu menyamakan kecintaan terhadap Allah dengan selain-Nya. “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)

 Syirik Kecil
Perbuatan syirik kecil tidaklah menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, akan tetapi perbuatan tersebut mengurangi kesempurnaan tauhid dan merupakan perantara (wasilah) kepada syirik besar.

            Adapun jenis-jenis syirik kecil yaitu:
1. Syirik nyata (dzahir), yaitu syirik dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya bersumpah dengan nama selain Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah kufur atau syirik.” (HR. At-Tirmidzi).
        Termasuk di dalam perbuatan syirik kecil adalam ucapan “atas kehendak Allah dan kehendakmu”, sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Ketika ada seseorang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu,’ maka ketika itu beliau bersabda, ‘Apakah engkau menjadikan diriku sebagai sekutu bagi Allah?’ Katakanlah, ‘Hanya atas kehendak Allah saja.’” (HR. An-Nasa’i)
        Termasuk pula ucapan, “Kalau bukan karena Allah dan karena fulan.” Perkataan yang benar adalah, “Atas kehendak Allah, kemudian kehendak fulan.” Adapun yang berbentuk perbuatan adalah seperti memakai kalung atau benang sebagai penangkal marabahaya, atau menggantungkan jimat karena takut terkena ‘ain. Jika ia berkeyakinan bahwa perbuatannya tersebut merupakan sebab-sebab terhindarnya dirinya dari marabahaya, maka hal tersebut termasuk syirik kecil, sebab Allah tidak menjadikan sebab-sebab (hilangnya marabahaya) dengan hal-hal tersebut. Sedangkan jika ia meyakini bahwa hal-hal tersebutlah yang menolak marabahaya, maka ia terjerumus dalam perbuatan syirik besar karena ia telah menggantungkan perlindungan kepada selain Allah.

2.      Syirik tersembunyi, yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti ingin dipuji orang (riya’) dan ingin didengar orang (sum’ah). Termasuk, melakukan suatu amal untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun ia juga ingin mendapat pujian dari manusia. “Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia berbuat syirik sedikit pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hal yang paling aku takuti atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu?” Beliau menjawab, “Yaitu riya’.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani)


   KUFUR, DEFINISI dan JENISNYA

Kufur secara bahasa berarti menutupi, sedangkan menurut syara’ berarti tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya, baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya.

1. Kufur Besar
Perbuatan kufur besar dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Adapun jenis-jenis kufur, yaitu:

1.      Kufur karena mendustakan, “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau mendustakan kebenaran tatkala yang haq itu datang kepadanya? Bukankah dalah neraka jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?” (QS. Al-Ankabut: 68)
2.      Kufur karena enggan dan sombong, padahal ia membenarkannya. “Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Tunduklah kamu kepada Adam.’ Lalu mereka tunduk kecuali iblis, ia enggan dan congkak. Dan ia adalah termasuk orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34)
3.      Kufur karena ragu.
Dalilnya adalah firman Allah.
“Artinya : Dan ia memasuki kebunnya, sedang ia aniaya terhadap dirinya sendiri ; ia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira Hari Kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Rabbku, niscaya akan kudapati tempat kembali yang baik” Temannya (yang mukmin) berkata kepadanya, ‘Apakah engkau kafir kepada (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, kemudian Dia menjadikan kamu seorang laki-laki ? Tapi aku (percaya bahwa) Dialah Allah Rabbku dan aku tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun” [Al-Kahfi : 35-38]
4.      Kufur karena berpaling, “Dan orang-orang kafir itu berpaling dari peringatan yang disampaikan kepada mereka.” (QS. Al-Ahqaf: 3)
5.      Kufur karena nifaq, “Yang demikian itu adalah karena mereka beriman (secara lahirnya), lalu kafir (secara batinnya), kemudian hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti.” (Al-Munafiqun: 3)


2. Kufur Kecil
Kufur kecil yaitu kufur yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, serta ia termasuk kufur amali. Kufur amali ialah dosa-dosa yang disebutkan dalam Al-Qur’an maupun sunnah sebagai dosa-dosa kufur, tetapi tidak mencapai derajat kufur besar, seperti kufur nikmat dan sebagainya. “Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” (QS. An-Nahl: 83)

Termasuk juga membunuh kaum muslimin, “Mencaci orang Islam adalah suatu kefasikan, sedangkan membunuhnya adalah suatu kekufuran.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikian juga dengan bersumpah dengan nama selain Allah, “Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur dan syirik.” (HR. At-Tirmidzi)

Namun demikian, Allah tetap menjadikan para pelaku dosa tersebut sebagai orang-orang yang beriman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS. Al-Baqarah: 178)

Dengan demikian, maka perbedaan antara kufur besar dan kufur kecil yaitu:

  1. Kufur besar mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menghapuskan pahala dari amal-amalnya, sedangkan kufur kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam dan tidak pula menghapus pahala amal-amalnya, tetapi bisa mengurangi pahala sesuai dengan kadar kekufuran yang dilakukannya serta pelakunya tetap dikenai ancaman.
  2. Kufur besar menjadikan pelakunya kekal dalam neraka, sedangkan kufur kecil tidak menjadikan pelakunya kekal di neraka. Bahkan bisa saja Allah mengampuni pelaku dari kufur kecil tersebut sehingga ia pun tidak masuk ke dalam neraka.
  3.  Kufur besar menjadikan halal darah dan harta pelakunya, sedangkan kufur kecil tidak dikenai sanksi demikian.
  4. Kufur besar mengharuskan adanya permusuhan yang sesungguhnya, antara pelakunya dengan orang-orang beriman. Kaum mukmin tidaklah boleh mencintai dan setia kepadanya, walaupun ia adalah keluarga dekat. Adapun kufur kecil, maka pelakunya tetap dicintai dan diberi kesetiaan sesuai dengan kadar keimanannya, serta dibenci sesuai dengan kadar kemaksiatan yang dilakukannya.


   NIFAQ, DEFINISI dan JENISNYA

Nifaq secara bahasa berasal dari kata nafiqa’, yaitu salah satu lubang tempat keluarnya yarbu (hewan sejenis tikus) dari sarangnya, jika ia dicari di satu lubang, maka ia akan muncul dari lubang yang lain. Menurut syara’, nifaq berarti menampakkan Islam dan kebaikan, tetapi menyembunyikan kekufuran dan kejahatan.

1. Nifaq I’tiqadi (keyakinan)
Nifaq I’tiqadi merupakan jenis nifaq besar. Pelaku nifaq jenis ini secara lahiriah menampakkan keislaman, tetapi di dalam hatinya menyembunyikan kekufuran. Nifaq I’tiqadi menjadikan pelakunya keluar dari agama dan kelak ia berada di kerak neraka. Orang-orang munafik jenis ini akan selalu ada pada setiap zaman. Apalagi ketika kekuatan Islam mulai muncul. Dalam keadaan seperti itu, biasanya mereka akan masuk ke dalam Islam untuk melakukan tipu daya agar jiwa dan harta mereka terselamatkan. 

            Nifaq jenis ini ada beberapa macam:
1.      Mendustakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau mendustakan sebagian dari apa yang beliau bawa.
2.      Membenci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau membenci sebagian apa yang beliau bawa.
3.      Merasa gembira dengan kemunduran agama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
4.      Tidak senang dengan kemenangan agama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

2. Nifaq ‘Amali (perbuatan)
Nifaq amali yaitu melakukan sesuatu yang merupakan perbuatan orang-orang munafik, tetapi masih tetap ada keimanan di dalam hatinya. Nifaq jenis ini tidaklah mengeluarkan pelakunya dari agama, akan tetapi menjadi perantara kepada nifaq yang lebih besar. Terkadang pada diri seseorang terkumpul kebiasaan-kebiasaan baik dan buruk. Oleh karenanya, ia akan mendapat konsekuensi sesuai dengan apa yang telah mereka perbuat.

JAHILIYAH
Jahiliyah adalah keadaan yang ada pada bangsa Arab sebelum Islam datang, yaitu kebodohan tentang Allah, rasul-rasul-Nya, dan syariat agama. Jahiliyah berasal dari kata al-jahl yang berarti ketiadaan ilmu.
           
            Jahiliah terbagi menjadi dua bagian :
1.      jahiliah yang bersifat umum, yaitu sifat jahiliah yang terjadi sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan telah berakhir dengan diutusnya beliau.

2.      jahiliah khusus, yaitu kejahiliahan yang terjadi pada sebagian Negara, daerah, maupun orang. Oleh karenanya, merupakan suatu kesalahan ketika ada seseorang yang menggeneralisasi kejahiliahan yang terjadi pada zaman sekarang. Sikap yang benar adalah dengan mengatakan kejahiliahan yang terjadi pada sebagian Negara atau sebagian orang di zaman ini. Adapun menggeneralisasi kejahiliahan, maka hal tersebut tidak dibenarkan, sebab dengan diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berarti kejahiliahan secara umum telah hilang.


KEFASIKAN
Secara bahasa, kefasikan berarti al-khuruj, yaitu keluar. Sedangkan secara syara’, maksudnya adalah keluar dari ketaatan kepada Allah.

Kefasikan dibagi dalam dua jenis, yaitu:

1.      kefasikan yang membuat pelakunya keluar dari agama, yakni kufur. Oleh karenanya, orang-orang kafir disebut juga dengan orang fasik. Maka ketika menyebut iblis, Allah Ta’ala berfirman, “Maka ia berbuat fasik (mendurhakai) perintah Rabb-nya.” (QS. Al-Kahfi: 50).

2.      kefasikan yang tidak membuat seseorang keluar dari agama, sehingga orang-orang fasik dari kaum muslimin disebut dengan pelaku kemaksiatan, dan kefasikan ini tidaklah mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.


KESESATAN
Kesesatan adalah berpaling dari jalan yang lurus. Ia menjadi lawan dari petunjuk. Kesesatan dapat dinisbatkan pada beberapa makna seperti, kekufuran, kemusyrikan, menyalahi kebenaran, kesalahan, atau lupa. “Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya ia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya ia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri.” (QS. Al-Isra’: 15)

RIDDAH
Secara bahasa, riddah berarti kembali. Dan menurut istilah syar’i berarti kufur setelah Islam, “Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)

Riddah memiliki beberapa jenis, yaitu:

1.      riddah dengan ucapan. Riddah jenis ini misalnya mencaci Allah atau rasul-Nya, mengakui ilmu ghaib, atau membenarkan seseorang yang mengaku sebagai nabi.
2.      riddah dengan perbuatan. Misalnya sujud kepada berhala, membuang mushaf Al-Qur’an, melakukan sihir, serta memutuskan suatu perkara dengan menggunakan hukum selain hukum Allah.
3.      riddah dengan keraguan tentang sesuatu yang telah jelas hukumnya, seperti ragu akan keharaman zina atau khamr, ragu terhadap kebenaran ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ragu tentang kewajiban shalat lima waktu, atau ragu terhadap Islam sebagai agama yang paling benar.
4.      riddah terhadap I’tiqad (keyakinan). Misalnya seperti keyakinan bolehnya menyekutukan Allah.

Konsekuensi Hukum Bagi Seseorang yang Murtad

  • Pelakunya diminta untuk bertaubat. Jika ia bertaubat dan kembali masuk Islam   dalam masa tiga hari, maka taubatnya diterima kemudian ia dibiarkan (tidak dibunuh).
  • Jika ia tidak mau bertaubat, maka ia wajib dibunuh berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Barangsiapa mengganti agamanya (murtad), maka bunuhlah ia.” (HR. Bukhari, Abu Daud)
  • Dilarang membelanjakan hartanya di saat ia dalam masa diminta bertaubat. Jika ia kembali masuk Islam, maka harta itu tetap menjadi miliknya. Sedangkan bila ia tetap dalam kemurtadannya, maka harta itu menjadi harta rampasan (fa’i) baitul mal sejak ia dibunuh karena kemurtadannya. Pendapat lain mengatakan bahwa ketika ia telah jelas kemurtadannya, maka hartanya dibelanjakan untuk kemaslahatan kaum muslimin.
  • Terputusnya hak waris mewarisi antara dirinya dengan keluarganya. Ia tidak mewarisi harta keluarganya, dan keluarganya tidak mewarisi hartanya.
  • Jika ia mati dalam keadaan murtad, maka tidak boleh ia dimandikan, disolatkan, dan tidak pula dikubur dalam pekuburan kaum muslimin. Sebaiknya ia dikubur bersama orang-orang kafir, atau dikubur di tanah manapun selama bukan dalam wilayah pekuburan kaum muslimin.
   MEMBENTENGI DIRI DARI KUFUR, SYIRIK, dan NIFAQ

Menghindari perbuatan dosa dalam kehidupan sehari-hari.
Menghindari perbuatan dosa besar artinya walaupun ada kesempatan untuk melakukannya tetapi justru kita menyingkir dari perbuatan tersebut. Untuk menghindarinya perlu mengetahui caranya supaya tidak melakukan dosa.

Yaitu dengan cara sebagai berikut:
o   Selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT (taqarub illallah)
o   Menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwa apabila melakukan dosa akibatnya sangat fatal yang akan menimpa pada diri sendiri jua
o   Menyadari apabila berbuat dosa akan membuat gundah gulana, merasa selalu bersalah dan jiwa menjadi tergoncang.
o   Disiplin dan khusuk dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT misalnya    menjalankan ibadah shalat, sebagaimana firman Allah yang Artinya: Sesungguhnya shalat itu mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar (Q.S. Al Ankabut (29) : 45).
o   Meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa setiap amal baik maupun buruk selalu dicatat oleh malaikat.
o   ittiba’ rasululloh.
o   mendirikan sholat dengan khusyu’ dan menyempurnakan wudlu’.
o   qiyamul lail dan membaca al Qur’an.
o   mencari dan membentuk lingkungan yang baik, yaitu lingkungan yang dapat mendekatkan diri kita kepada allah.
o   membentengi diri dari gangguan setan.yaitu dengan menanamkan keikhlasan dan istiqomah dalam beribadah.
o   senantiasa berupaya untuk jujur, baik dalam lisan, perbuatan maupun hati.
o   memperbanyak amal sholeh.
o   berupaya meningkatkan ketakwaan kepada Alloh.
o   meningkatkan keimanan dan mengkonsumsi makanan halal, toyyib, dan tidak berlebih-lebihan.
o   senantiasa mensyukuri nikmat dan rahmat Alloh.
o   berupaya sekuat tenaga untuk menghindari perbuatan dosa.
 


0 komentar:

Popular Posts

About

Foto Saya
Afif Rahma
yogyakarta, jogja, Indonesia
Lihat profil lengkapku

Followers